Berikut ini adalah cuplikan tanya jawab seorang muslim dan atheis yang dilakukan oleh DR. Mustofa Mahmud dan seorang Doktor lulusan Prancis, temannya yang atheis :
Atheis :
“Menurut kepercayaan Anda, bahwa Tuhan bersifat maha kasih dan penyayang, tetapi mengapa Dia bertindak sangat kejam terhadap suatu dosa (pelanggaran) yang bersifat sementara dengan menimpakan azab yang kekal dan abadi. Dan kita pun bagai butiran debu di alam semesta ini jika dibandingkan dengan kebesaran Tuhan itu. Bahkan bukan apa-apa lagi?”
DR. Mustofa Mahmud :
Kini akan saya ralat lagi pendapat Doktor tersebut :
Kita tidak sebagai debu di alam yang sedemikian luas dan tak dapat diukur itu. Bukan pula suatu yang remeh tak berharga. Tetapi, sebagai suatu makhluk yang dimuliakan Tuhan Yang Maha Mulia.
Apakah Tuhan tidak meniupkan rohnya pada kita?
Apakah Dia tidak memerintah para malaikat untuk bertekuk lutut dan sujud di hadapan kita?
Apakah Dia tidak berjanji akan menyerahkan kekuasaan alam ini, bumi, dan langit ke tangan kita?
Adapun firmannya tantang kita :
Atheis :
“Menurut kepercayaan Anda, bahwa Tuhan bersifat maha kasih dan penyayang, tetapi mengapa Dia bertindak sangat kejam terhadap suatu dosa (pelanggaran) yang bersifat sementara dengan menimpakan azab yang kekal dan abadi. Dan kita pun bagai butiran debu di alam semesta ini jika dibandingkan dengan kebesaran Tuhan itu. Bahkan bukan apa-apa lagi?”
DR. Mustofa Mahmud :
Kini akan saya ralat lagi pendapat Doktor tersebut :
Kita tidak sebagai debu di alam yang sedemikian luas dan tak dapat diukur itu. Bukan pula suatu yang remeh tak berharga. Tetapi, sebagai suatu makhluk yang dimuliakan Tuhan Yang Maha Mulia.
Apakah Tuhan tidak meniupkan rohnya pada kita?
Apakah Dia tidak memerintah para malaikat untuk bertekuk lutut dan sujud di hadapan kita?
Apakah Dia tidak berjanji akan menyerahkan kekuasaan alam ini, bumi, dan langit ke tangan kita?
Adapun firmannya tantang kita :
“Sungguh kami muliakan manusia itu, Kami angkat mereka di darat dan laut, kami beri rizki yang baik-baik. Dan kami angkat derajat mereka lebih tinggi dari kebanyakan makhluk yang kami ciptakan.” QS. Al-Isra : 70
Jelas sudah, bahwa diri kita berisi roh Tuhan, karena itu kita tidak sebagai debu di alam semesta ini. Lain perkara kalau jasad kitalah yang dibandingkan dengan alam semesta, tentu lebih kecil dari debu. Bahkan bukan apa-apa.
Tetapi dari segi lain, kita dapat menghimpun alam semesta dalam akal kita. Dengan akal, kita dapat menguasai alam, mengenal sunah Allah (hukum alam), mengetahui edaran tiap planet dan bintang di langit. Selain itu, kita telah berhasil menjajaki ruang angkasa kendatipun tidak seluruhnya, melangkahkan kaki di bulan, dimana ternyata apa yang kita pelajari ketika di bumi, betul semua. Dan apa yang kita rencanakan, cermat dan jitu.
Dengan mengingat jiwa kita yang sedemikian rupa itu, apakah kita tidak merupakan sesuatu yang lebih besar dan lebih hebat dari alam semesta ini?
Apakah kita tidak menguasai alam ini?
Kata penyair tentang manusia :
“Kau angggap dirimu sebagai suatu benda kecil. Padahal engkau mengandung alam yang maha besar itu.”
Kata ahli sufi :
“Manusia sebagai sebuah buku dan alam semesta sebagai isinya.”
Jika demikian, tentu manusia itu maha penting. Selain mendapat roh Tuhan, ia pun bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perbuatannya.
Tentang dosa yang bersifat sementara dan diganjar Tuhan dengan azab untuk selama-lamanya (abadi), tidaklah benar. Adapun yang mendapat azab abadi itu, mereka yang minta dikembalikan ke dunia dengan janji akan berbuat baik melulu dan takkan emngulangi kejahatan-kejahatan dan pelanggaran mereka. Begitulah yang diberitahukan Tuhan kepada kita.
Tuhan berfirman :
Tetapi dari segi lain, kita dapat menghimpun alam semesta dalam akal kita. Dengan akal, kita dapat menguasai alam, mengenal sunah Allah (hukum alam), mengetahui edaran tiap planet dan bintang di langit. Selain itu, kita telah berhasil menjajaki ruang angkasa kendatipun tidak seluruhnya, melangkahkan kaki di bulan, dimana ternyata apa yang kita pelajari ketika di bumi, betul semua. Dan apa yang kita rencanakan, cermat dan jitu.
Dengan mengingat jiwa kita yang sedemikian rupa itu, apakah kita tidak merupakan sesuatu yang lebih besar dan lebih hebat dari alam semesta ini?
Apakah kita tidak menguasai alam ini?
Kata penyair tentang manusia :
“Kau angggap dirimu sebagai suatu benda kecil. Padahal engkau mengandung alam yang maha besar itu.”
Kata ahli sufi :
“Manusia sebagai sebuah buku dan alam semesta sebagai isinya.”
Jika demikian, tentu manusia itu maha penting. Selain mendapat roh Tuhan, ia pun bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perbuatannya.
Tentang dosa yang bersifat sementara dan diganjar Tuhan dengan azab untuk selama-lamanya (abadi), tidaklah benar. Adapun yang mendapat azab abadi itu, mereka yang minta dikembalikan ke dunia dengan janji akan berbuat baik melulu dan takkan emngulangi kejahatan-kejahatan dan pelanggaran mereka. Begitulah yang diberitahukan Tuhan kepada kita.
Tuhan berfirman :
“Seandainya mereka dikembalikan (dilepas) niscaya mengulangi perbuatn yang terlarang itu. Sungguh, mereka itu pendusta (tak dapat dipercaya).” QS. Al-An’am : 28
Dosa mereka itu tidak bersifat sementara (insidentil), melainkan telah membudaya dan mendarah mendaging pada diri mereka. Mereka pasti akan melakukan kejahatan-kejahatan seperti biasa, seandainya dilepas kembali. Maka tak dapat dipercayainya mereka.
Dilain ayat Tuhan berfirman tentang mereka:
“Manakala mereka dibangkitkan Tuhan, maka mereka akan bersumpah di hadapan-Nya, seakan-akan bersumpah dihadapan kamu, dan mereka anggap diri sendiri dalam kebenaran. Memang mereka pendusta (tak dapat dipercaya).” (QS. Al-Mujadilah : 18)
Disini tampaklah suatu gambaran yang lain dari sikap yang angkuh itu. Mereka berani berdusta sekalipun menghadapi Tuhan dan dalam keadaan yang tiada sesuatupun yang dapat disembunyikan. Dosa demikian memang keterlaluan, tidak insidentil yang hanya sekali dua kali. Tetapi, berulang dan beruntun sepanjang hidup. Karena pelakunya memang mengidap kejahatan yang kronis (abadi), maka patutlah dihadapkan pada mereka azab yang kronis juga (abadi). Demikian penjelasan al-qur’an sebagai berikut :
“Dan mereka takkan keluar sama sekali dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah :167)
Ibnul Arabi tentang api neraka itu pernah menulis :
“Api neraka, lama-kelamaan bagi mereka relatif sebagai rahmat. Sebab telah terbiasa. Mereka menjadi betah didalamnya. Dan merupakan lingkungan yang cocok bagi mereka.”
Antara nafsu angkara dan api neraka terdapat kesesuaian. Diantara nafsu-nafsu angkara itu merupakan nyala api kedengkian, dendam, keserakahan, kemurkaan, emosi dan sifat-sifat buruk lainnya. Yang semuanya seakan-akan api membara.
Yang demikian tabi’atnya, takkan tenang dalam keadaan yang tak pula membiarkan suasana berlalu tanpa persengketaan dan permusuhan. Sebab, sifat dan tabi’at mereka berapi. Apapun yang mendekatinya pasti terbakar. Maka itu, adalah seadil-adilnya menempatkan mereka di dalam neraka. Seandainya ditempatkan di surga, takkan betahlah. Sebab tak sesuai dengan tabi’at mereka.
Apakah mereka semasa di dunia tidak anti kedamaian dan ketentraman?
Tentang surga dan neraka itu, hendaknya kita tahu maknanya secara luas. Api neraka tidak dapat ditafsirkan seperti api dapur pabrik baja, api kompor, ataupun api kebakaran karena kortsluiting listrik dan lainnya. Para narapidana di neraka dapat rangsum, makanan, dan minuman. Tetapi dari pohon zaqqum yang disebut dalam al-qur’an merusak perut. Dan airnya sangat mendidih susah untuk diminum. Mereka saling menuduh mengutuk, mengeluh dan merintih. Demikian menurut al-qur’an :
“Api neraka, lama-kelamaan bagi mereka relatif sebagai rahmat. Sebab telah terbiasa. Mereka menjadi betah didalamnya. Dan merupakan lingkungan yang cocok bagi mereka.”
Antara nafsu angkara dan api neraka terdapat kesesuaian. Diantara nafsu-nafsu angkara itu merupakan nyala api kedengkian, dendam, keserakahan, kemurkaan, emosi dan sifat-sifat buruk lainnya. Yang semuanya seakan-akan api membara.
Yang demikian tabi’atnya, takkan tenang dalam keadaan yang tak pula membiarkan suasana berlalu tanpa persengketaan dan permusuhan. Sebab, sifat dan tabi’at mereka berapi. Apapun yang mendekatinya pasti terbakar. Maka itu, adalah seadil-adilnya menempatkan mereka di dalam neraka. Seandainya ditempatkan di surga, takkan betahlah. Sebab tak sesuai dengan tabi’at mereka.
Apakah mereka semasa di dunia tidak anti kedamaian dan ketentraman?
Tentang surga dan neraka itu, hendaknya kita tahu maknanya secara luas. Api neraka tidak dapat ditafsirkan seperti api dapur pabrik baja, api kompor, ataupun api kebakaran karena kortsluiting listrik dan lainnya. Para narapidana di neraka dapat rangsum, makanan, dan minuman. Tetapi dari pohon zaqqum yang disebut dalam al-qur’an merusak perut. Dan airnya sangat mendidih susah untuk diminum. Mereka saling menuduh mengutuk, mengeluh dan merintih. Demikian menurut al-qur’an :
“Setiap kali masuk rombongan (Narapidana), mereka mengutuki sesamanya (yang terdahulu). Sehingga bila mereka semua bertemu berkatalah yang terakhir tentang yang mula-mula masuk, : “Tuhan kami! Merekalah yang menyesatkan kami, maka berilah mereka siksaan berlipat ganda dari neraka.” Tuhan menjawab, “Bagi masing-masing dua kali lipat ganda, tapi kamu tidak tahu.” QS Al-‘Araaf : 38
Yakni mereka dapat juga berbicara di dalam neraka. Neraka yang bahan bakarnya :
“Bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” QS. Al-Baqarah : 24
Api neraka merupakan sesuatu yang abstrak. Semua keterangan al-qur’an tentang api tersebut, merupakan gambaran-gambaran semata agar mudah difahami. Akan tetapi anda jangan menuduh saya ingkar terhadap siksa fisik dan hanya percaya pada azab spirit. Azab fisuil jelas dan nyata serta tak dapat diingkari. Sungguh saya yakin benar. Tetapi, cara pelaksanaan azab itu dan sifat-sifat api neraka, bagi kita semua sebagai sesuatu yang gaib. Menurut al-qur’an, api neraka bukan seperti api yang kita kenal di dunia ini. Begitupun tubuh yang akan dicampakkan ke dalam api neraka itu, bukan tubuh kita yang lunak dan gembur seperti sekarang ini.
Begitu juga syurga. Syurga bukan sebagai pasar sayur-mayur dan buah-buah serta lain-lain jenis lauk–pauk. Atau merupakan taman perkebunan yang indah dan permai, subur dan sejuk, segala macam buah bergantungan di dahan-dahan pepohonan rindang. Tetapi, menurut keterangan al-qur’an, semua itu sebagai perumpamaan supaya mudah diterima oleh fikiran dan pandangan kita. Contohnya :
Begitu juga syurga. Syurga bukan sebagai pasar sayur-mayur dan buah-buah serta lain-lain jenis lauk–pauk. Atau merupakan taman perkebunan yang indah dan permai, subur dan sejuk, segala macam buah bergantungan di dahan-dahan pepohonan rindang. Tetapi, menurut keterangan al-qur’an, semua itu sebagai perumpamaan supaya mudah diterima oleh fikiran dan pandangan kita. Contohnya :
“Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa itu seumpama taman perkebunan, dimana mengalir air jernih melulu tidak membususk dan sungai yang mengalirkan susu yang tiada berubah rasanya.” QS. Muhammad :15
Jelaslah sudah, maksud Tuhan dari “perumpamaan” tentang syurga itu, adalah sebagai gambaran supaya dekat pada alam fikiran kita. Keadaan syurga dan sifat-sifatnya yang sebenarnya, merupakan masalah-masalah gaib yang tak dapat diketahui oleh seorang manusiapun. Allah berfirman :
“Tiada seorangpun yang mengetahui ganjaran yang disediakan sebagai imbalan untuk amal mereka.” QS As-Sajdah : 17
“Syurga seluas langit dan bumi.” QS Ali Imran : 133
“Banyak buah-buahan yang tiada pernah putus dan tiada pula terlarang.”
QS. Al-Waqi’ah : 32-33
Buah-buahan yang ada di syurga, tidak serupa dengan yang ada di dunia yang musiman, bahkan ada saja yang tak dapat dimakan. Begitu juga minuman-minuman (khamar) :
“Mereka tidak merasa sakit kepala karenanya, atau mabuk” QS. Al-Waqi’ah : 19)
Khamar (minuman keras) di syurga tidak seperti yang di dunia yang memabukkan, menyakitkan kepala dan merusak kesehatan.
Selain itu Tuhan menceritakan hal ihwal penghuni syurga :
Selain itu Tuhan menceritakan hal ihwal penghuni syurga :
”Kami cabut segala sifat dan tabia’at yang buruk dari hati mereka.” (QS.al-A’raaf : 43)
Disini jiwa mereka disucikan, tapi tiada yang tahu bagaimana cara pensuciannya selain Tuhan. Sebab, masalahnya serba gaib bagi seluruh umat manusia. Begitu juga mengenai syurga. Semuanya gaib.
Walaupun serba gaib, tak dapat juga diingkari keindahan dan kenikmatannya bagi kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin penghuninya. Terhadap ini keyakinan saya seperti terhadap neraka sebagai azab dan penderitaan lahir dan batin penghuninya. Tetapi keterangan dan penjelasan yang ada tentang syurga dan neraka serta cara pelaksanaan dan kehidupan penghuninya, masih merupakan hal-hal yang abstak (gaib).
Dan azab di akhirat bukan suatu tindakan Tuhan yang semena-mena. Tetapi merupakan suatu pembersih, penyucian, penyadaran, perbaikan dan rahmat bagi manusia.
“Apa gunanya bagi Allah mengazab kamu, jika kamu beriman dan beramal shalih (sadar dan berlaku baik) ?” QS. An-Nisa : 47
Sesungguhnya azab itu tidak ada. Tetapi Tuhan menyiapkannya untuk ditimpakan kepada siapapun yang ingkar dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, dimana segala cara penyadaran dan penerangan gagal. Tidak ditimpakan kepada orang yang sadar dan berkelakuan baik :
“Akan Kami timpakan kepada mereka suatu azab sebagai peringatan sebelum azab yang lebih berat supaya mereka sadar dan jera.” QS As-Sajdah : 21
Adalah sunah-Nya (hukum Allah) Tuhan menimpakan suatu azab di dunia sebagai peringatan pertama bagi mereka yang lupa daratan. Azab atau malapetaka yang menjerakan dan menyadarkan kepada jalan yang benar. Apabila tidak berhasil peringatan pertama itu, maka tindakan Tuhan selanjutnya adalah azab dahsyat dan memusnahkan. Dengan demikian pastilah berhasil dan mereka pun pasti jera dan sadar. Demikianlah rahmat Tuhan antara lain dan keadilan-Nya.
Seandainya mereka dibiarkan-Nya berbuat semaunya, melanggar norma-norma alamiah dan insaniah, maka sungguh dzalimlah Tuhan itu. Maha Suci Tuhan dari segala kekurangan dan sifat-sifat kelemahan.
Karena rahmat dan inayat-Nya, Tuhan menghadapkan mereka kepada api neraka (kenyataan). Memang seluruh tindakan Tuhan sebagai rahmat semata.
Memberi rahmat berupa syurga kepada yang arif bijaksana, sebagai anugrah dan penggalakan serta penghormatan:
Seandainya mereka dibiarkan-Nya berbuat semaunya, melanggar norma-norma alamiah dan insaniah, maka sungguh dzalimlah Tuhan itu. Maha Suci Tuhan dari segala kekurangan dan sifat-sifat kelemahan.
Karena rahmat dan inayat-Nya, Tuhan menghadapkan mereka kepada api neraka (kenyataan). Memang seluruh tindakan Tuhan sebagai rahmat semata.
Memberi rahmat berupa syurga kepada yang arif bijaksana, sebagai anugrah dan penggalakan serta penghormatan:
”Azabku Kulimpahkan kepada orang yang Kukehendaki. Dan Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” Qs Al-A’raf : 156
Tuhan selalu melimpahkan rahmat kepada segala sesuatu, sekalipun azab itu.
Kini, baiklah kita ajukan beberapa pertanyaan kepada Doktor lulusan Perancis tadi :
Menurut perkiraan Anda apakah Tuhan akan berlaku lebih adil, sekiranya mempersamakan orang yang zhalim dengan yang didzalimi, mempersamakan pembunuh dengan yang terbunuh, kemudian di akhirat kelak mereka diundang-Nya untuk suatu pesta besar-besaran?
Apakah menurut pendapat Anda keadilan itu mengharuskan disamakannya warna hitam dan putih ?
Kemudian, kepada mereka yang berpendapat, bahwa mustahil dan tak sampai hati Tuhan menimpakan azab kepada kita umat manusia?
Apakah tidak pernah Tuhan menimpakan azab kepada kita di dunia ini?
Jika ketuaan dan penyakit kanker serta lain-lainnya yang tak diinginkan itu bukan merupakan azab, maka gerangan apakah kiranya?
Siapakah yang membuat kuman-kuman yang kebanyakan sangat berbahaya bagi umat manusia itu?
Bukankah semua itu sebagai peringatan, bahwa kita selalu dihadapan Tuhan yang sewaktu-waktu dapat menimpakan azab?
Dikutip dari buku :
“Hawaar ma’a sha diiqil muhlid” karya Dr. Mustafa Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar