Selasa, 22 Januari 2008

KATA "KAMI" DALAM TAFSIR AL-QURAN

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Semoga Ustadz selalu dalam lindungan Allah SWT .... dan tetap istiqomah dalam berdakwah amiiiiiiiiiiiin ..........

Ustadz, saya mempunyai suatu pertanyaan, dimana pertanyaan ini pernah di lontarkan oleh salah satu teman saya yang non muslim. Berhubung pengetahuan saya tentang Islam yang masih sangat minim pada waktu itu saya tidak bisa menjawabnya. Pada kesempatan ini saya ingin menanyakan kpd Ustadz. Teman saya itu mengatakan kenapa didalam tafsir Al-Quran selalu menggunakan kata ganti " kami " sebagai kata ganti Allah ? Sedangkan kami itu berarti jamak? Pada saat itu saya hanya mengatakan kalau kami itu bukan berarti jamak, krn Islam adalah agama tauhid yang murni tapi teman saya itu tetep ngotot kenapa menggunakan kata ganti kami. Mohon bantuan ustadz.......

Wassallam Wr Wb ........ Hamba Allah

JAWAB
Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Dalam bahasa Arab, dhamir 'nahnu' adalah bentuk kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu nahwu, maknanya bisa saja bukan kami tetapi aku, saya dan lain-lainnya.

Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan seperti ini. Model pertanyaan seperti ini bisa jadi berangkat dari kepolosan dan keluguan, namun di sisi lain bisa jadi merupakan usaha untuk membodohi umat Islam yang awam dengan bahasa arab dengan menggunakan pertanyaan menjebak ini. Hal ini tidak aneh dan sudah sering dilakukan. Dengan bekal kemampuan bahasa arab seadanya, pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata buat umat Islam yang minim ilmunya.

Rasa Bahasa
Tapi bagi mereka yang memahami bahasa Arab sebagai bahasa yang kaya dengan makna dan kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya, pertanyaan seperti ini terkesan lucu dan jenaka. Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang separo-separo.
Dalam ilmu bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.

Kata 'Nahnu` tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah.

Contoh Perbandingan
Dalam bahasa Indonesia ada juga penggunaan kata "Kami" tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang kepala sekolah dalam pidato sambutan pesta perpisahan anak sekolah berkata,"Kami sebagai kepala sekolah berpesan . . . ". Padahal yang jadi kepala sekolah hanya dia seorang dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang "Kami". Lalu apakah kalimat itu menunjukkan bahwa kepala sekolah sebenarnya ada banyak atau hanya satu?. Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dicerap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa Indonesia. Atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.

Selain kata 'Nahnu", ada juga kata 'antum' yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan 'antum', maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan 'anta'.

Kalau teman diskusi anda yang nasrani itu tidak bisa memahami urusan rasa bahasa ini, harap maklum saja, karena bible mereka memang telah kehilangan rasa bahasa. Bahkan bukan hanya kehilangan rasa bahasa, tapi juga orisinalitas sebuah kitab suci. Karena sudah merupakan terjemahan dari terjemahan yang telah diterjemahkan dari terjemahan sebelumnya. Ada sekian ribu versi bible yang antara satu dan lainnya bukan sekedar tidak sama tapi juga bertolak belakang. Jadi wajar bila Bible mereka itu tidak punya balaghoh, logika, rasa dan gaya bahasa. Dia adalah tulisan karya manusia yang kering dari nilai sakral.

Contoh lain
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata 'ummat'. Biasanya kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan ummat.

Sesungguhnya Ibrahim adalah ummat yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif . Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan.
(QS. An-Nahl : 120)

Wassalam,

Ahmad Sarwat, LcKonsultasi Eramuslim


Kata KAMI dalam hadits
Assalamualaikum. wr. wb.
Pertanyaan : Saya seorang muallaf, tp ketika menjadi muallaf, saya masih kecil (sekarang umur saya 17 thn), dan itu pun hanya ikut mama saya yang menikah kembali dengan seorang muslim, maka dari itu saya tidak tahu isi al quran (mama dan papa tiri saya tidak mengajarkan ttg islam pada saya, krn mrk juga tdk alim, malah tdk pernah sholat). Entah kenapa, akhir2 ini saya jadi kepingin mempelajari islam. Kira2 2 hari yang lalu, saya meminjam Hadist pada teman saya (tdk ada hadist di rmh saya, yang ada hanya al quran). Setelah saya baca (baru sampai surat al baqarah), saya banyak menemukan kata2 "Kami" didalamnya, misalnya : "Kami masukkan ke dalam...." atau "Kami turunkan......" Yang membuat saya bingung, mengapa Allah menyebut dirinya dengan sebutan "Kami"?? mengapa bukan "Aku" ??? Mohon dijawab sejelas2nya, karena saya sangat membutuhkan bantuan dalam memahami islam. terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
AnggiPalembang


Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Dalam bahasa Arab, dhamir “nahnu” adalah bentuk kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu nahwu, maknanya bisa saja bukan kami tetapi aku, saya dan lain-lainnya.
Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan seperti ini. Model pertanyaan seperti ini bisa jadi berangkat dari kepolosan dan keluguan, namun di sisi lain bisa jadi merupakan usaha untuk membodohi umat Islam yang awam dengan bahasa arab dengan menggunakan pertanyaan menjebak ini. Hal ini tidak aneh dan sudah sering dilakukan.
Kata “Nahnu” tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah. Sebenarnya dalam bahasa Indonesia ada juga penggunaan kata “Kami” tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang kepala sekolah dalam pidato sambutan pesta perpisahan anak sekolah berkata,”Kami sebagai kepala sekolah berpesan . . . “. Padahal yang jadi kepala sekolah hanya dia seorang dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang “Kami”. Lalu apakah kalimat itu menunjukkan bahwa kepala sekolah sebenarnya ada banyak atau hanya satu ?.
Kata “kami “dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dicerap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa Indonesia. Atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Selain kata “Nahnu”, ada juga kata “antum” yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan “antum”, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan “anta”.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar