Senin, 07 Juni 2010

Tidak Beranak Dan Tidak Diperanakkan

Sahabat saya ini adalah seorang sarjana lengkap dan Doktor seperti saya meraih gelar di Perancis. Pandangan hidupnya adalah atheis. Dengan saya sering beradu argumentasi (hujjah) tentang beberapa masalah dalam Islam. Ia anggap kita umat Islam ini hidup di alam khayal, tenggelam di dalam lamunan surga dan penuh harapan akan dapat mengawini bidadari-bidadari yang teramat cantik di surga. Oleh karena itu, kita umat Islam ini meninggalkan kelezatan hidup bebas di dunia ini.

Pada suatu haridengan sinis ia berkata kepada saya :
"Menurut keyakinan anda, bahwa Tuhan itu ada. Dan anda bawakan hukum sebab dan akibat sebagai alasan. Yaitu, segala sesuatu ada yang membuatnya. Segala makhluk ada penciptanya. Dan seterusnya. Karena itu, anda yakin, bahwa seluruh alam beserta segenap isinya tanpa kecuali sebagai bukti adanya Tuhan yang menciptakan keseluruhannya itu. Seandainya alasan-alasan anda tadi saya terima, maka bolehkah saya mengajukan pertanyaan atas dasar hukum sebab dan akibat yang selalu anda jadikan dasar dalam tiap perbincangan itu, "Siapakah yang menciptakan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta itu?"


Maka saya jawab :
Sungguh, pertanyaan anda tadi tidak relevan. Karenanya tidak perlu saya jawab. Anda telah mengakui bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan, kemudian anda bertanya, "Siapakah yang Menciptakan Zat Yang Maha Pencipta itu". Dengan demikian anda telah mencampur-baurkan Zat Yang Maha Pencipta itu dengan zat-zat yang diciptaNya. Karena itu, maka pertanyaan anda tadi menjadi bertentangan. Dari segi lain, ketidak relevannya pertanyaan anda itu. Anda anggap, bahwaTuhan tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku bagi seluruh ciptaanNya. Tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku di alam kita ini.

Sungguh, Tuhan Yang Menciptakan ruang dan waktu, takkan bergantung pada ruang dan waktu itu. Kita tak dapat membayangkan Zat Kudsi (Tuhan) itu terikat oleh keduanya (ruang dan waktu) tadi, atau tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku atas seluruh makhluk dan ciptaanNya. Sebab, Dia (Allah) sudah ada sebelum alam dan seluruh ciptaanNya tercipta olehNya.

Begitu juga, kita tak dapat membayangkan, bahwa Tuhan tunduk pada hukum sebab dan akibat yang diciptakanNya sendiri.

Dengan pandangan yang sangat dangkal itu, anda bagaikan sebuah wayang golek yang digerakkan oleh tangan dalang. Kemudian berkatalah dia (wayang golek) : " Tentu yang membuat dan menggerakkan dalang saya ini, ada dalang lain". Apabila kita beritahukan kepadanya, bahwa dalangmu itu bergerak sendiri, dan tiada yang menggerakkannya, tentu akan membantah, "Tak mungkin sesuatu bergerak tanpa dalang. Sebab, kenyataan-kenyataan di alam kami (golek) segala sesuatu digerakkan oleh tangan luar (dalang), belum pernah kami lihat bergerak sendiri". Dalam hal tersebut, alam pikiran anda tak beda dengan alam fikiran wayang golek itu. Yaitu, anda tak sanggup membayangkan wujud Tuhan tanpa diwujudkan karena segala sesuatu di mata anda ada yang membuatnya. Selain itu, anda mengira, bahwa Tuhan membutuhkan sebuah parasut untuk turun dan memperkenalkan diriNya kepada manusia di bumi dan membutuhkan sebuah kendaraan cepat untuk mengunjungi nabi-nabi dan rasulNya. Maha Suci Dia dari segala sifa tersebut.

Dalam sebuah bukunya, Profesor Kant menulis tentang akal, antara lain :
"Akal, sangat terbatas kemampuannya. Maka itu tak jauh jangkaunnya, apa lagi mengenai sesuatu yang tak berujung dan tak berpangkal, seperti Zat Allah (Tuhan Yang Maha Esa)"
Selanjut tulis Profesor tersebut:

"Kita tak dapat mengenal Tuhan dengan akal, maka mengenalNya dengan hati nurani kita. Adapun buktinya antara lain : Kita selalu mengharapkan keadilan, karena adanya hakim adil. Kita memerlukan air, karena adanya air".
Kata Aristoteles, Profesor Yunani yang kenamaan, tentang hukum sebab.dan akibat, antara lain :

"Kursi terbuat dari kayu. Kayu dari pohon. Pohon berasal dari bibit. Bibit dari petani". Setelah menjajagi mata rantai sebab dan akibat itu, terpaksa Profesor Yunani tadi mengakui akan terhenti pada suatu sebab yang tidak disebabkan (tiada penyebabnya). Ialah, suatu sebab pertama, penggerak pertama yang tidak memerlukan penggerak. Dan pencipta yang tidak diciptakan. Yang demikian, adalah Allah (Tuhan Yang Maha Esa).

Kata Ibnu Arabi menjawab pertanyaan "Siapakah yang menjadikan atau menciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta itu ?"

Antara lain :

"Pertanyaan tersebut takkan dikeluarkan kecuali dari seorang yang tidak sehat fikirannya. Cahaya adalah bukti adanya siang. Dan tidak dibenarkan siang itu dijadikan bukti adanya cahaya.
Begitupun Allah (Tuhan Yang Maha Esa) Yang Maha Pencipta, tak dapat dibalik pembuktiannya.

Dalam sebuah Hadis Kudsi Allah berfirman :
"DAKU Merupakan bukti, tidak perlu dibuktikan".
Allah merupakan bukti. Bukti tidak perlu dibuktikan. Dia merupakan haq yang nyata. Dia tampak pada segala sesuatu; pada aturan-aturan, pada keindahan alam, pada hukum-hukum dan Syariat Islam dan Iain-Iain. Dia tampak pada daun-daun pohon dan tumbuh-tumbuhan, pada bulu burung merak, pada sayapkupu-kupu. Tampak pula pada bau bunga-bunga. Dia tampak pada tata sorya, pada planet-planet dan cara hidup seluruh makhluk dengan teratur dan rapihnya.

Seandainya kita anggap semua itu secara kebetulan terjadi dan berjalan, maka kita serupalah dengan orang yang membayangkan huruf-huruf cetak bila ditebarkan atau diharnburkan akan tersusun sendiri dan mencetak syair-syair Shakespeare atau buku-buku ilmiah, tanpa penyair, tanpa pengarang. Maka, dengan singkat dan tanpa falsafah,Tuhan berfirman:
"Katakanlah ! Dia-lah Tuhan Yang Tunggal. Tuhan, tempat sekalian makhluk bergantung. Dia tiada beranak dan diperanakkan. Dan tiada pula yang serupa dengan Dia"
QS.112 : 1 - 4

Kernudian sahabat saya tadi bertanya lagi :
"Mengapa anda katakan bahwa Tuhan itu tunggal (Maha Esa), tidak lebih dari satu atau banyak, sehingga masing-masing menangani tugasnya ?"
Pertanyaan ini akan saya jawab dengan logika yang difahaminya dan dengan ilmu pengetahuan yang telah didapatnya dari Perancis, bukan dari al-Qur'an. Sebab, dia tidak percaya kepada al-Quran.

Tuhan Yang Maha Pencipta itu, Maha Esa. Adapun buktinya ialah, segala sesuatu yang ada di alam ini, bahan utamanya adalah satu. Proses kejadian segala sesuatu itu sama, tiada yang berlainan. Hidrogen membentuk 92 macam zat atom menurut tabel periodik Mendeleyv (kini telah ditemukan lebih dari 100). Cara susunannya pun sama. Dengan terlepasnya atom itu, seluruh planet dan bintang bergerak masing-masing dalam garis edarannya. Matahari pun membara karenanya.

Kehidupan ini berasal dari susunan karbon yang bila dibakar akan menjadi hangus (arang). Kehidupan seluruh hewan, baik yang di darat, maupun yang di laut dan udara, sama dan tiada bedanya antara satu dengan yang lain. Susunan organik, anatomik dan mekanis mereka pun sama. Susunan tulang belulang, otot, pembuluh darah, jantung dan ruangan-ruangannya, sama juga. Tulang tangan kodok, ada kesamaannya dengan tulang sayap burung, kecuali ada sedikit perubahan yang tak berarti. Leher jerapah yang sedemikian rupa panjangnya itu, terdiri atas tujuh potong seperti yang ada pada tulang-tulang leher trenggiling yang amat pendek itu.

Alat syaraf mereka pun sama, tiada yang berlainan. Itu terdiri atas otak, syaraf sensorise dan motorik. Alat pencernaan mereka, sama juga. Terdiri atas lambung, usus dua belas jari, usus halus dan usus besar.

Alat peranakannya juga, sama. Terdiri atas ovarium, vagina dan saluran lainnya. Saluran kemihnya sama. Terdiri atas ginjal, kantong seni dan lainnya.

Unit pembentuk terkecil yang bernama sel-sel itu, pada manusia sama dengan yang pada tiap hewan. Begitu juga yang pada tumbuh-tumbuhan. Semuanya bernafas dan menghirup udara, berkembang biak,melahirkan dan kemudian mati.

Apabila sudah demikian nyatanya, apakah dapat diragukan keesaan Yang Maha Pencipta itu. Apakah padalNya masih terdapat kekurangan dan kelemahan-kelemahan sehingga diperlukan pembantu-pembantu untukNya ? Maha Suci Allah, Tuhan Yang Maha Esadari segala kekurangan dan kelemahan.

Seandainya banyak Tuhan dan banyak pencipta, tentu masing-masing akan berbuat semaunya terhadap apa yang mereka ciptakan yang akibatnya kacau-balaulah alam ini.Keagungan dan kemampuan yang mutlak hanya pada Allah semata dan tak dapat disekutukan.

Kemudian sahabat saya itu menyerang faham Islam tentang Rububiah Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu seraya berkata :

"Apakah tidak aneh turut campurnya Tuhan anda itu di dalam segala urusan duniawi ini tanpa kecuali, baik yang terbesar maupun yang terkecil dan yang tetek bengek yang tak berarti sama sekali ? Dia mengurusi dan memberi arah kepada tiap makhlukNya, baik yang terbesar maupun yang terkecil, yang merangkak, melata dan yang merayap, baik yang di darat maupun yang di laut dan di udara. Memberi wahyu kepada serangga yang bernama lebah itu, supaya membuat rumah untuk dirinya sendiri, di gunung-gunung, pepohonan dan rumah-rumah penduduk kota dan desa. Memperhatikan setiap daun terjatuh dari pohon, yang basah dan yang kering. Mencatat bilangan buah di tiap pohon di mana saja. Tiap kandungan rahim manusia maupun hewan dan tiap kelahiran denganse-izinNya.

Bila kaki kita terperosok kedalam sebuah lubang, maka Dialah yang memperosokkannya. Bila terjatuh seekor lalat pada sebuah bejana maka tak lain Dialah yang menjatuhkannya. Bila terjadi kerusakan pada pesawat telepon anda, maka Dialah yang merusakkannya. Bila tiada turun hujan, maka Dialah yang menahannya. Begitupun bila hujan turun, maka Dia pulalah yang menurunkannya. Jika sedemikian rupa faham anda itu, maka anda telah membebani Tuhan dengan banyak pekerjaan yang berupa tetek bengek sekalipun".

Semua itu Sungguh saya tidak mengerti alam fikiran dan pandangan sahabat saya lulusan perguruan tinggi di Perancis itu. Apakah seharusnya Tuhan meninggalkan apa yang telah diciptakanNya itu ?

Apakah Tuhan harus bercuti panjang setelah menciptakan alam semesta dan segenap makhluk yang lain itu ?

Apakah wajar ditinggalkanNya alam ini sehingga berakibat tatal karena tiada yang sanggup mengelolanya?

Apakah menurut pandangan dan fikirannya, Tuhan Yang Maha Gagah Perkasa itu, penganggur, atau pingsan dan tidur, sehingga tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, sehingga tidak memperhatikan nasib mereka dan memenuhi kebutuhan masing-masing.

Dari manakah si penanya itu tahu, bahwa suatu kasus yang sepele tak usah ditangani Tuhan kecuali kalau kasus itu besar.

Menurut pandangan dan fikiran si penanya tadi, terjatuhnya seekor lalat, tak perduli di mana saja, di sebuah hidangan makanan atau di lainnya, mungkin akan dapat merubah sejarah.
Mungkin lalat itu membawa wabah kolera kepada suatu pasukan yang kemudian mengalami kekalahan mutlak dan memberikan kemenangan kepada lawan.

Apakah bukan karena seekor nyamuk raja Babilon mati?

Adakalanya suatu sebab yang tak berarti karena sangat kecilnya, membawa akibat yang luar biasa besarnya. Sedang sebab yang besar artinya, kadang-kadang tidak membawa akibat apa-apa.

Kiranya penanya tadi menganggap dirinya sebagai penasehat atau asisten Tuhan Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang tiada barang sezarah pun ketinggalan dari pengetahuanNya, baik di langit maupun dibumi.

Tuhan Maha Mendengar, Maha Mengetahui dan Memenuhi segala kebutuhan tiap makhluk ciptaanNya.
oOo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar